Pasrah...
Bersikap pasrah memang terasa lebih berat karena pada dasarnya kita tidak mau menerima takdir. Kita punya keinginan yang terkadang melebar ke segala arah, begitu kita dipaksa menerima sesuatu yang tidak kita inginkan saat itu kesedihan muncul.
Terlalu sering kita merasa bahwa seharusnya kita bisa mengubah segala sesuatu, bahwa teknologi dan ilmu pengetahuan akan membereskan apa pun yang tidak beres. Kita pasti memiliki keyakinan bahwa "jika ini tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan maka akan segera kuperbaiki". Keyakinan bahwa kita bisa memperbaiki masalah membuat kita sulit untuk berpasrah. Lakukanlah, apabila kita bisa mengubah kondisi menjadi lebih baik.
Sikap pasrah atau kemampuan untuk menerima apa pun yang diberikan Alloh baru akan terasa penting ketika kita tak punya pilihan lagi. Ketika kita mustahil kembali sehat, ketika kita tak mungkin lagi kembali ke masa kanak-kanak, ketika kita tak mungkin mendapatkan apa yang kita inginkan; saat itu kepasrahan menjadi penting.
Kemampuan menerima bukanlah suatu yang datang begitu saja. Kemampuan menerima diperkuat oleh pengalaman-pengalaman. Menyatakan "OK, memang begitu adanya" sangatlah mudah, tapi tidak semudah itu. Susahnya menemukan sikap pasrah berawal dari ilusi tentang kemandirian bahwa kita bisa mengatasi diri sendiri, memilih, dan menjalaninya tanpa bantuan siapapun. Ketika berbicara tentang sikap pasrah, kita harus memikirkan bahwa kemampuan menerima akan berkembang seiring waktu. Kemapuan menerima menjadi semakin kuat dan kuat hingga akhirnya sikap pasrah akan berkembang sempurna.
Kemampuan menerima bukanlah suatu sikap yang pasif. Kita harus mengusahakannya dengan terus menerus mencoba menghadapi kenyataan. Sikap menerima tidak bisa muncul jika kita terus menerus menolak kenyataan yang ada di hadapan kita. Kemampuan menerima pun bukanlah bakat yang kita dimiliki melainkan suatu respon yang perlu dilatih.
Ketika musibah atau kegagalan menyapa kita bisa bilang, "Semua di bawah langit pasti akan berubah, yang semula ada pasti akan tidak ada, yang hilang akan kembali lagi..." dengan itu akan kita dapati, kita dalam kepasrahan dan dalam kesedihan akan tetap ada secuil senyuman kemenangan, kemenangan atas diri kita sendiri.
Menerima kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan mungkin tidak akan mengubah keadaan tetapi kita bisa mengontrol emosi yang bisa memperburuk keadaan. "Lakukanlah yang terbaik dimana kamu berdiri sekarang itu yang paling realistis"--Ikal--
Bersikap pasrah memang terasa lebih berat karena pada dasarnya kita tidak mau menerima takdir. Kita punya keinginan yang terkadang melebar ke segala arah, begitu kita dipaksa menerima sesuatu yang tidak kita inginkan saat itu kesedihan muncul.
Terlalu sering kita merasa bahwa seharusnya kita bisa mengubah segala sesuatu, bahwa teknologi dan ilmu pengetahuan akan membereskan apa pun yang tidak beres. Kita pasti memiliki keyakinan bahwa "jika ini tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan maka akan segera kuperbaiki". Keyakinan bahwa kita bisa memperbaiki masalah membuat kita sulit untuk berpasrah. Lakukanlah, apabila kita bisa mengubah kondisi menjadi lebih baik.
Sikap pasrah atau kemampuan untuk menerima apa pun yang diberikan Alloh baru akan terasa penting ketika kita tak punya pilihan lagi. Ketika kita mustahil kembali sehat, ketika kita tak mungkin lagi kembali ke masa kanak-kanak, ketika kita tak mungkin mendapatkan apa yang kita inginkan; saat itu kepasrahan menjadi penting.
Kemampuan menerima bukanlah suatu yang datang begitu saja. Kemampuan menerima diperkuat oleh pengalaman-pengalaman. Menyatakan "OK, memang begitu adanya" sangatlah mudah, tapi tidak semudah itu. Susahnya menemukan sikap pasrah berawal dari ilusi tentang kemandirian bahwa kita bisa mengatasi diri sendiri, memilih, dan menjalaninya tanpa bantuan siapapun. Ketika berbicara tentang sikap pasrah, kita harus memikirkan bahwa kemampuan menerima akan berkembang seiring waktu. Kemapuan menerima menjadi semakin kuat dan kuat hingga akhirnya sikap pasrah akan berkembang sempurna.
Kemampuan menerima bukanlah suatu sikap yang pasif. Kita harus mengusahakannya dengan terus menerus mencoba menghadapi kenyataan. Sikap menerima tidak bisa muncul jika kita terus menerus menolak kenyataan yang ada di hadapan kita. Kemampuan menerima pun bukanlah bakat yang kita dimiliki melainkan suatu respon yang perlu dilatih.
Ketika musibah atau kegagalan menyapa kita bisa bilang, "Semua di bawah langit pasti akan berubah, yang semula ada pasti akan tidak ada, yang hilang akan kembali lagi..." dengan itu akan kita dapati, kita dalam kepasrahan dan dalam kesedihan akan tetap ada secuil senyuman kemenangan, kemenangan atas diri kita sendiri.
Menerima kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan mungkin tidak akan mengubah keadaan tetapi kita bisa mengontrol emosi yang bisa memperburuk keadaan. "Lakukanlah yang terbaik dimana kamu berdiri sekarang itu yang paling realistis"--Ikal--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar