topbella

Minggu, 27 Desember 2009

Makna Hidup dari Ngebut


Tanpa berpikir panjang, saya mengiyakan ketika seorang kawan dengan sangat ringan berkata, "naik motor aja". Ringan sekali ketika tangan tak terkendali memacu pengendali hingga terlihat 80km/jam dan sesekali 90km/jam. Kecepatan yang standar, mungkin. Menikmati mulusnya jalan Jogja-Solo tanpa hambatan. Berempat berkompetisi di jalanan. Berhenti bersama ketika dihadang lampu merah. Menyalip satu per satu kendaraan di depan kami juga bersama-sama. Menyamakan kecepatan agar tak tertinggal. Namun, pada akhirnya satu diantara kami tertinggal karena mengurangi kecepatan dan terpaksa terhadang satu lampu merah ketika semua telah melaju. Yang lainnya terus melaju. Meski pada akhirnya karena satu pesan mampir di inbox kami "wooee, tungguin dong...!!!", kami memilih menunggu agar bisa terus sejajar di jalanan itu atas nama rasa setia kawan.

Tiba-tiba teringat tentang satu kuliah saat seorang dosen berkata, "Belajar itu jangan menunggu yang lain belajar. Saat yang lain belajar, Anda santai. Saat yang lain santai, Anda juga ikut santai. Kapan Anda maju? Apa Anda bisa memastikan yang lainnya bersedia menunggu Anda? Anggap ini sebuah kompetisi!"
Ya, mungkin seperti itu. Hidup adalah kompetisi. Terus melaju dengan menambah kecepatan -minimal bertahan dengan kecepatan awal- agar terus sejajar atau mengurangi kecepatan lalu akan tertinggal. Ketika bertemu hambatan atau disapa ujian hanya akan ada dua pilihan, statis atau dinamis. Karena hidup adalah sebuah arena mengubah tantangan menjadi peluang, mengubah kesulitan menjadi kemungkinan-kemungkinan, mengambil resiko dengan sepenuh konsekuensi dan keberanian. Tidak lemah, tidak putus asa, tidak gampang menyerah untuk hidup yang menyejarah.

"Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar." (Ali Imran:146)



Ditulis,
Yogyakarta, 15 Juni 2009


Terimakasih:: Iphe, Ni'mah, Dila untuk having fun di jalanan....


Sabtu, 26 Desember 2009

Primadona




Kutahu suatu saat akan kuhapus semuanya
Kriteria emas yang selama ini membelengguku

Kutahu suatu saat kuakan benar-benar hidup
Dengan gaya dan aturan yang sudah teramat kudambakan

Jadi tunggu saja pasang kelima panca inderamu
Camkan dengan pasti kuyakin kau akan

Reff:
Berhenti menggelengkan kepalamu
Berhenti membangun pertahananmu
Kau akan sadar kau akan tahu
Bahwa kau bukan primadona

Berhenti menggelengkan kepalamu
Berhenti membangun pertahananmu
Kau akan sadar kau akan tahu
Bahwa kau bukan primadona

Kutahu suatu saat akan ada sebuah era baru
Di mana saatnya kuberbalik dan menertawakan teorimu
Kutahu suatu saat kita akan bertemu lagi
Dan seakan kau tak mengenalku tapi aku sudah tak peduli

Jadi tunggu saja pasang kelima panca inderamu
Camkan dengan pasti kuyakin kau akan

Chorus:
Berhenti menggelengkan kepalamu
Berhenti membangun pertahananmu
Kau akan sadar kau akan tahu
Bahwa kau bukan primadona

Berhenti menggelengkan kepalamu
Berhenti membangun pertahananmu
Kau akan sadar kau akan tahu
Bahwa kau bukan primadona

Chorus

Berhenti ...


by Sherina Munaf

Jumat, 11 Desember 2009

Let's to be Green Generation




Selasa (1/12) ditengah-tengah kesibukan menunggu jam kuliah berikutnya, saya dan seorang sahabat memutuskan untuk berbelanja kebutuhan 1 bulan ke depan. Saya tahu saat itu bukan zona waktu luang untuk berbelanja. Akhirnya saya memutuskan untuk berbelanja di supermarket terdekat dari kampus.

Sesi memilih, mengambil dan seleksi terhadap barang-barang akhirnya selesai, lalu saya dan sahabat saya menuju kasir. Keramaian di pusat perbelanjaan adalah hal yang biasa bagi saya tetapi tiap kali mengantre, menunggu giliran untuk membuat 'perhitungan' dengan kasir selalu membuat saya miris. Teriris.

Pandangan saya tertuju pada asisten sang kasir yang sangat cekatan memasukkan barang demi barang ke dalam plastik berwarna putih, memisahkan barang demi barang di plastik yang berbeda sesuai jenis barangnya. Saya benar-benar miris melihatnya. Biasanya, saya akan membawa tas belanja, mencampur barang-barang belanjaan tanpa memisahkan antara sabun, makanan, buah-buahan dan kawan-kawannya. Berbarengan dengan pengumuman yang bergaung di seantero supermarket mengenai pemanasan global, saya mengamati bagaimana belanjaan demi belanjaan dimasukkan ke kantong-kantong kresek oleh tangan-tangan gesit yang sudah bergerak terampil bagai robot. Tak sampai penuh, bahkan kadang setengah pun tidak, mereka mengambili kantong plastik baru. Di kassa yang lain saya melihat yang belanja pun tenang-tenang saja menyaksikan. Kenapa tidak? Berapa pun kantong plastik yang dipakai, itu sepenuhnya terserah pihak supermarket. Gratisan pula. Karena hari itu saya tidak membawa tas belanja karena acara belanja hari itu di luar rencana saya, akhirnya saya pulang ke kost dengan menenteng kantong plastik lebih dari 1 buah.

Kembali teringat, sambil mengamati gerakan tangan gesit asisten kasir tadi, dalam hati saya bertanya: haruskah seboros itu? Barangkali memang kebijakan dari toko yang mengharuskan berbagai jenis barang untuk tidak digabung dalam satu kantong. Tapi kenyataannya, plastik-plastik itu hanyalah sebagai alat angkut dari kasir menuju bagasi kendaraan atau dari kasir langsung menuju rumah. Lalu apa wujud nyata dari pengumuman di supermarket tadi tentang pemanasan global? Sebatas pengumumankah?

Sangat berbeda keadaannya ketika saya berbelanja di supermarket yang cukup besar dan terkenal, Carrefour -- Itulah kali pertama saya mengunjunginya bersama mbak kost-- dan tak lepas dari pengamatan saya, lewat pengeras suara beberapa kali terdengar imbauan untuk mengurangi sampah plastik, bahwa Bumi sedang mengalami pemanasan global, dan sudah tersedianya kantong belanja ramah lingkungan yang bisa dibeli dengan harga terjangkau (ada dua pilihan: dua ribu perak berbahan plastik daur ulang dan sepuluh ribu perak untuk yang berbahan polyethylene).

Lalu di dekat kasir, tertempel sebuah stiker yang bunyinya kira-kira begini: petugas kasir diharuskan untuk menawarkan isi ulang pulsa dan kantong belanja ramah lingkungan pada para pembeli. Saya memperhatikan kiri-kanan, termasuk pada saat giliran saya membayar tiba. Memang betul saya ditawari pulsa dan kantong belanja ramah lingkungan. Saya memilih kantong harga sepuluh ribu perak dengan diskon 20%, hingga sekarang itulah tas belanja saya meskipun tak selalu belanja di supermarket dimana saya mendapatkannya.

Lain lagi ketika saya berbelanja di Superindo. Superindo punya kebijakan yang selangkah lebih mending. Jika belanjaan kita cukup banyak maka petugas di kasir akan menawarkan pemakaian kardus. Dan sudah ada kardus-kardus yang disediakan dalam jangkauan, hingga tak perlu tunggu lama untuk cari-cari ke gudang. Dua kali saya mengantre di kasir Superindo, saya menemukan banyak pembeli yang menolak pakai kardus meski belanjaan mereka banyak. Entah apa alasannya. Mungkin menurut mereka kurang praktis. Atau tidak terbiasa. Seperti Carrefour, Superindo juga menjual green bag, kantong belanja yang bisa dipakai berkali-kali. Green bag tersebut pun bisa didapat dengan gratis. Caranya? Mengumpulkan 70 stiker. Satu stiker didapat dengan belanja 10 ribu, dan stiker berikutnya di kelipatan 50 ribu. Jadi belanjalah dulu 10 ribu sebanyak 70 kali, atau belanja 3,5 juta untuk mendapatkan tas itu secara cuma-cuma atau dengan membeli seharga dua puluh ribu rupiah maka Anda akan mendapatkan green bag.






Memang, dibandingkan beberapa tahun yang lalu, inisiatif dari pihak supermarket/hipermarket sudah jauh lebih baik dan kreatif. Namun, apakah tidak bisa kita bergerak lebih cepat, lebih tajam, dan lebih langsung? Dan, mungkinkah perspektif yang digunakan pun sebetulnya terbalik? Jika benar-benar ingin mengurangi sampah plastik, kenapa justru pembeli yang tidak ingin menggunakan kantong kresek malah menjadi pihak yang harus mengeluarkan biaya ekstra dan tidak mendapat insentif apa pun? Sementara yang pakai kantong kresek tetap melenggang kangkung tanpa sanksi apa-apa? Tidakkah ini jadi mengimplikasikan bahwa gerakan go-green itu 'lebih mahal' dan 'repot', sementara yang sebaliknya justru 'gratis' dan 'praktis'? Di mata saya, penjualan kantong-kantong ramah lingkungan tersebut pun, selama masih menggunakan bahan baku baru dan bukan hasil daur ulang, akhirnya cuma jadi komoditas biasa. Seperti halnya jualan sabun atau sayur. Sementara yang paling penting adalah BERHENTI memproduksi barang baru dan menggunakan ulang apa yang ada. Yang paling penting bukanlah mencetak tulisan "Selamatkan Bumi" di selembar kain kanvas atau di kain polyethylene lalu menjudulinya tas ramah lingkungan, melainkan membuat kebijakan yang benar-benar realistis dan berpihak pada lingkungan.

Menurut survei yang dilakukan oleh kakak kost saya, Adibah Sayyidati dalam rangka hibah penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Departement Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada menyatakan bahwa mayoritas ibu-ibu rumah tangga khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta lebih memilih menggunakan plastik saat belanja karena faktor ekonomis dan plastik bisa digunakan untuk membungkus sampah rumah tangga. Selain itu, mereka mengaku belum mengerti fungsi dan manfaat green bag itu sendiri.

Menurut saya, akan lebih baik jika pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk penggunaan kardus atau green bag untuk semua supermarket/hipermarket dan mengadakan sanksi bagi kedua belah pihak --antara pengelola supermarket dan konsumen-- yang tidak mematuhi kebijakannya serta mempermudah dalam mendapatkan green bag, --meniru kebijakan pemerintah Taiwan, Hongkong dan Jepang--. Hal terpenting adalah mengadakan sosialisasi pada masyarakat betapa pentingnya mengurangi penggunaan plastik dan memprioritaskan pemakaian green bag saat belanja.

Bumi kita telah tercekik plastik. Lalu apakah kita hanya akan berteriak ' Save our environment', 'Stop Global Warming', 'Go Green' dsb tanpa berbuat sesuatu? Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menjaga bumi ini salah satunya dengan mengurangi penggunaan plastik.

Keep fighting spirit to save the world . . . !!!




Ditulis di,
Kandang Eksekutif Muda, 3 Desember 2009


Posting,
Rumah penuh cinta, 11 Desember 2009








Terimakasih untuk,

Mbak Diba, Mbak Munche dan Aull atas partisipasi kalian dalam menghidupkan nuansa 'intelektualitas' di kandang beruang


Mbak Dewi untuk senantiasa membimbingku untuk terus bisa produktif dan selalu menghargai waktu terutama waktu salat.

























Rata Tengah

Sabtu, 28 November 2009

Ich, Du und Liebe #2

Tidak selalu uang mengambil peran dalam kehidupan karena ada mutiara yang paling berharga yang tak akan tergantikan mesti uang selalu mengambil peran. Itulah kebersamaan...!!!

Ada ketulusan tanpa mengharap imbalan dan hanya dengan kata saya membungkusnya sebagai bingkisan [untuk] 'besar'.

Terimakasih [untuk] 'besar',

Untuk sepasang mata yang selalu bersinar lembut penuh harap dan semangat meski tak setiap hari kulihat

Untuk waktu yang kau luangkan untuk sekedar berkata, "jaga diri baik-baik...", "hari ini, warnai dunia lagi...", "try to get your masterpiece!!!", "make me proud, p**..."

Untuk curhat-curhat dan cerita-ceritamu yang membuatku merasa 'penting' dan dipercaya

Untuk mendukung setiap pilihan yang kuambil dan kujalani dalam hidup ini

Untuk selalu ada untukku, dimanapun, kapanpun dan bagaimanapun keadaanmu

Untuk petuah-petuah dan saran yang berharga yang tidak pernah menggurui

Untuk teladan yang menakjubkan dalam tindakan yang tak sekedar kata-kata belaka

Untuk menjadi 'partner kerja' untuk menemaniku begadang tiap malam demi "sail my hopes"

Untuk semangat tetap memilih bertahan menghadapiku ketika aku menjelma menjadi perempuan paling menyebalkan sedunia di masa-masa sukarku

Untuk setiap usaha untuk membuatku nyaman menjadi diri sendiri, dicintai dan diterima apa adanya

Untuk cukup meyakinkanku bahwa ketulusan tak hanya ada di negeri dongeng...

Untuk seikat kata-kata indah pelipur hati, peredam emosi...

Terimakasih [untuk] 'besar' . . .

Ketika tak ada yang menjagamu
Ketika tak ada yang mendampingimu
Semoga Allah menjagamu dengan sebaik-baik penjagaanNya



Never Ending Asia--The Spirit of Java--Kota Bersemangat
06 November 2009





"Bis ans Ende der Zeit"

Bis ans Ende der Zeit
Ich habe Sehnsucht nach Dir
Und wenn Sie den gleichen
Dann Zeig mir deine Liebe
Ich gebe dir alles, was Geld nicht kaufen kann
Und ich bin gleich von Ihnen versprechen Seite



Minggu, 22 November 2009

Anatomi Emosi

Medium journey yang cukup menyenangkan sebenarnya tapi tidak untuk saya. Menentang jalanan yang lengang seakan-akan jalanan itu milik saya terasa amat biasa saja. Pukul empat pagi membelah kota ponorogo dan mata saya menyapa aktivitas belakang layar sebelum hiruk pikuk kota membuka suara. Tentang seorang anak yang membantu ibunya menyapu daun-daun yang jatuh di aspalan kota. Tentang penjual yang meramaikan pasar di pagi buta. Tentang rumah-rumah yang masih menutup pintunya. Tentang kehidupan pagi yang amat bersahaja, sedikit mengalihkan fluktuasi emosi saya seharusnya tapi pada kenyataannya tidak sama sekali. Kendaraan terus melaju, sesekali saya mengeluarkan kepala dan tangan saya, ingin jujur pada pagi bahwa emosi saya serba tak pasti. Cuaca hati saya tak seindah pemandangan di depan mata saya. Menarik nafas panjang lalu luh mencuri kesempatan untuk keluar. Minggu luh sedunia untuk saya.

Merasai kehilangan di saat yang tak tepat, itulah yang saya rasakan. Ketika semua file yang tersimpan dalam notebook hilang tanpa bekas layaknya ombak menghapus jejak di pantai. Di saat saya benar-benar membutuhkannya. Bagaimana saya mendapatkannya lagi? Mengusahakan bekerja 2 kali? Mengulang semua tulisan dan semua pekerjaan saya? Atau lebih memilih diam? Kehilangan, sarana yang benar-benar berkesan bagi saya untuk memaknai arti keberadaan semua yang saya miliki. Entah rasa apa yang saya punya sekarang, emosi atau kecewa?

Ucapan semangat terasa tak punya kekuatan lagi untuk membuat saya kembali ke keadaan semula. Mengharapkan kembali semua yang hilang, bukan sesuatu yang berguna justru sangat sia-sia, saya tahu itu. Tetapi sangat sulit bagi saya terutama saat ini.

Saya tahu, 'bersama kesulitan ada kemudahan' dan kalimat itu pun diulang 2 kali dalam Al Quran. Saya tahu, janji Allah itu pasti layaknya matahari yang mencintai titah Tuhannya. Benar-benar pasti dan saya pun benar-benar percaya dengan kebenaran janji itu. Tetapi, kenapa Ya Rabbi masih terselip rasa tidak ikhlas dalam diri saya?
Ampuni saya Rabbi atas rasa yang berlebihan dalam diri saya yang membuat saya menyakiti diri saya dan orang yang setia membersamai saya.

Selasa, 03 November 2009

Ich, Du und Liebe #1




Mungkin,
ini luh yang tak sengaja lahir hari keterbiasaan
jatuh satu-satu
dalam genggam jemari hari

Mungkin,
keberadaannya seakan anak jiwa
tangisnya akan merambatkan api ke dalam paru-paru kita
hingga kita lebur dalam bara yang sama
tetapi dalam tubuh yang berbeda

Mungkin,
ini pesan dari surga
layaknya getar jemari yang mengantar pesan
ke seluruh sel tubuh
dan kita
luruh dalam tubuh yang terpisah

Mungkin,
ini gerakan dari jantung hati
ketika darah mendesirkan gelombangnya
dan kita beriak tak berdaya

Mungkin,
ini penghias
layaknya tatapan mata yang membuka cakrawala jiwa
lalu kita dapati rumah yang kita cari
tapi dalam kelopak mata yang berbeda

Mungkin,
jika kita kehilangan fungsi
karena tidak kita dapati
aku, kamu atau pun kita
di seberang tatapan mata






Pasti,
jika ini lahir dari rahim Pemilik Cinta Sejati
dan kita menikmati,
dalam bentangan sajadah
dalam untaian ayat-ayat cintaNya,
dalam ketaatan di JalanNya,
dalam manis air mata kasih sayangNya



Sebuah kata halal
di mata dunia dan di mata akhirat
Itulah inginku...







Ngawi, 3 November 2009



In The Name Of Friendship





Ingin Terus Memiliki Tapi...


Berawal dari obrolan pagi yang hangat tepatnya waktu dluha yang bersahaja dengan enam gelas jeruk hangat. Sabtu (24/10), saya yang telah selesai menghadiri acara salah satu UKM tercinta dan empat orang sahabat yang usai berjismu salim (olahraga) bertemu di tempat favorit kami, Humaniora Mandiri dalam ketidaksengajaan. Saya, Aa' sundanis tampang punk berhati pink, Uni ranah minang, kucing pontianak, Paijo Asli Jogja dan si manis futsal lover berkumpul dan berbincang hal-hal yang sebenarnya sangat membuang waktu, tapi ada yang menarik perhatian saya ketika Aa' bertanya kepada saya, 'Sendirian Ka? Mana Induk Semang?'. 'Pulang ke Tangerang', jawab saya. Dari pertanyaan itu mulailah kami berbincang tentang arti sendiri, bersama, memiliki dan pada akhirnya kehilangan dan sesekali dibumbui guyonan. "Itu sudah hukum alam", kata kucing.


Memiliki sahabat adalah anugerah dan bersahabat bukanlah hal yang mudah karena harus ada rasa pengertian dan saling percaya. Ada banyak hal yang berbeda di sela-sela kemiripan. Ada keterpautan. Saling membutuhkan. Bahkan juga ada pertengkaran. Tetapi lepas dari semua itu adalah adanya kesejiwaan. Kesejiwaan yang tak sekedar cocok dan nyaman tapi kesejiwaan dalam prinsip atau bahkan fundamental.


Ada kebersamaan ada pula kesendirian, kehilangan sementara begitulah kami membahasakannya. Kehilangan bukan berarti kehilangan jasad untuk rentang waktu yang lama tetapi kehilangan untuk sementara waktu karena jarak, karena kita punya kepentingan yang tidak memungkinkan untuk terus membersamai atau mungkin karena ada hal-hal lain yang lebih prinsipil. WaAllahua'lam. Mau atau tidak mau, siap atau tidak siap suatu saat pasti rasa kehilangan itu akan menyapa. Semua tergantung bagaimana kita menyikapi agar semua tetap terasa indah, sekalipun datang di waktu yang tidak tepat. Merasai sepi dan sendiri, hal yang kurang disenangi oleh beberapa orang tetapi terkadang kesendirian adalah kado terbaik dan
kehilangan bukan berarti tidak memiliki, hanya saja genggaman itu merenggang tapi masih kita miliki.

Itulah obrolan singkat kami di waktu pagi, tanpa kami sadari tak hanya enam gelas jeruk hangat tetapi makanan yang tersaji di depan kami pun telah berpindah tempat ke perut kami beserta sarapan yang kami pesan. Sebelum bubar dan menuju dunia masing-masing, salah satu dari menutupnya dengan sebuah lagu "dear God --Avenged Sevenfold--"


Dan lebih sempurna lagi dengan doa pengikat hati untuk semua, dimana pun. Semoga dengan doa pengikat hati ini kita tidak akan merasai arti kehilangan.


Doa Rabithah

Sesungguhnya Engkau tahu
Bahwa hati ini tlah berpadu
Berhimpun dalam naungan cintaMu
Bertemu dalam ketaatan
Bersatu dalam perjuangan
Menegakkan syariat dalam kehidupan

Sesungguhnya Engkau tahu
Bahwa hati ini tlah berpadu
Berhimpun dalam naungan cintaMu
Bertemu dalam ketaatan
Bersatu dalam perjuangan
Menegakkan syariat dalam kehidupan

Kuatkanlah ikatannya
Tegakkanlah cintanya
Tunjukilah jalan-jalannya
Terangilah dengan cahyaMu
Yang tiada pernah padam
Ya Robbi bimbinglah kami…

Rapatkanlah dada kami
Dengan karunia iman
Dan indahnya tawakkal padaMu
Hidupkan dengan ma’rifatMu
Matikan dalam syahid di jalanMu
Engkaulah pelindung dan pembela

Rapatkanlah dada kami
Dengan karunia iman
Dan indahnya tawakkal padaMu
Hidupkan dengan ma’rifatMu
Matikan dalam syahid di jalanMu
Engkaulah pelindung dan pembela

Kuatkanlah ikatannya
Tegakkanlah cintanya
Tunjukilah jalan-jalannya
Terangilah dengan cahyaMu
Yang tiada pernah padam

Ya Robbi bimbinglah kami…
Ya Robbi bimbinglah kami…
Ya Robbi bimbinglah kami…

[Doa Rabitah-Izzatul Islam]


"Terimakasih telah membersamaiku untuk memaknai kata kehilangan"


Ditulis di 'Kandang Beruang', Kandang Eksekutif Muda H39
24 Oktober 2009

Posting,
Ngawi Bersemangat, 3 November 2009





Ada Budaya Dalam Tumpukan Sampah

Manusia hidup dalam suatu komunitas yang dapat menghasilkan berbagai budaya. Budaya dapat berwujud materi dan non materi. Salah satu hasil budaya berwujud materi adalah sampah. Sampah adalah salah satu hasil dari budaya itu sendiri. Seringkali sampah hanya dipandang sebelah mata bahkan ada yang menganggapnya barang yang tak berguna. Banyak orang menganggap sampah hanyalah perusak keindahan, pembuat polusi udara dengan baunya yang tidak sedap dan sumber penyakit. Dengan keadaan seperti itu, sampah yang seringkali membuat orang tidak merasa nyaman pada kenyataannya ternyata masih ada orang-orang yang hidup dari sampah, memunguti barang-barang yang masih bisa memberi mereka penghidupan seperti sampah plastik, botol air mineral dan sampah anorganik lainnya.

Sampah-sampah tanpa kita sadari adalah hasil dari budaya kita. Sampah-sampah yang terbuang tanpa kita berpikir ulang bagaimana memberdayakan lagi hasil budaya yang telah terbuang. Banyak usaha yang bisa kita lakukan untuk daur ulang pada sampah-sampah itu yang pada akhirnya bisa kita manfaatkan lagi keberadaannya. Seperti pemanfaatan sampah plastik terutama kemasan-kemasan detergen dan kemasan makanan ringan menjadi tas-tas sederhana, penutup meja, karpet atau layar untuk menjemur padi (ini bisa ditemui di daerah pedesaan dan telah menjadi barang yang biasa digunakan dan dicari keberadaannya). Akhir-akhir ini, banyak kita temui slogan 'go green' sebagai wujud peduli pada lingkungan dan beberapa supermarket --terutama wilyah Yogyakarta-- telah menggunakan tas-tas belanja yang bisa digunakan berkali-kali pakai. Selain itu, botol-botol mineral pun bisa didaur ulang untuk hiasan-hiasan rumah tangga seperti tudung saji bahkan botol-botol air mineral itu mulai digunakan untuk membuat alat musik tradisional berupa angklung. Tidak hanya plastik, buah duwet (bentuknya bulat kecil, berwarna ungu gelap, bisa ditemukan di ujung Jalan Sosio Humaniora, dekat bunderan dan tumbuh di halaman Fakultas Filsafat) serngkali terbuang bahkan terinjak tak berguna, akan tetapi buah itu bisa digunakan sebagai pewarna batik alami dan hasilnya tidak kalah bagus dengan pewarna kimia.

Banyak usaha yang bisa kita lakukan untuk menjadikan sampah yang berupa hasil budaya menjadi sebuah budaya baru yang lebih bermanfaat dan bernilai seni. Mari kita ciptakan suasana cinta budaya sendiri dengan 'bahan mentah' yang kita miliki sekalipun itu adalah sampah.


DIY, 31 Oktober 2009



Minggu, 25 Oktober 2009

Singa si Raja Rimba

Tanyakan arti kebebasan pada singa si raja rimba. . .


Ototnya kokoh karena kecintaannya pada berlari bukan berlari karena ingin bebas dari tirani. Kandangnya adalah alam bukan papan yang disusun dan dipasangkan layaknya bongkar pasang. Di punggungnya ada cinta dan ketulusan, bukan beban karena tunggangan.


Hidupnya indah dalam keinginan bebas. Hari ini ke hutan, esok ke padang, lusa ke gunung, tak terlintas kebimbangan. Kebimbangan tak pernah hadir karena ia tahu apa yang ia yakini dan apa yang ia ingini. Larinya ringan karena tak ada beban yang singgah dipunggungnya meski sejenak.


Kelelahan akan berganda bila kita dihela. Waktu akan menghimpit bila kita dijepit. Dan suara hati akan mati bila dikebiri.


Biarlah sekali waktu, aku berlari membawa kebebasanku karena dengan itu, aku akan berkuasa memperbudak waktu, semauku. Melambungkan mutu karena hidup hanya satu. Hanya satu. . .





DIY, 25 Oktober 2009



Kado #2 'Yang terbaik bagimu'

Bertambah usia bukan berarti kita paham segala-galanya. Banyak harap. Banyak doa terpanjat, tanpa tahu apakah aku tahu dan mampu. Kata tersembunyi, entah malu-malu atau memang tak mampu muncul ke permukaan karena engkau -pemilik kata itu- takut semua itu akan menjadi beban untukku.


Bibirmu berucap di tengah canda yang kutangkap, 'setiap jenjang memiliki dunianya sendiri yang selalu dilupakan ketika umur bertambah tinggi. Tak bisa kembali ke kacamata yang sama bukan berarti kita lebih mengerti dari jenjang pertama. Rambut putih tak menjamin bahwa kita akan paham dan mengerti pada setiap sudut jenjang dimensi dan waktu yang telah terlewati.'


Terbingkai harapan, terbungkus doa dalam sampul terindah. Dan kuramaikan hari ini layaknya engkau meramaikan istana setiap hari. Senyum simpul dalam pandang pertama di awal pagi. Sapa dan cium hangat ketika engkau bergegas pergi hingga malam menjelang saat engkau meringkuk siap untuk sail to your dream....


Ada Band – Yang Terbaik Bagimu (Jangan Lupakan Ayah)



Teringat masa kecilku kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu buatku melambung
Disisimu terngiang hangat napas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu

Kau inginku menjadi yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu jauhkan godaan
Yang mungkin ku lakukan dalam waktu ku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku terbelenggu jatuh dan terinjak

Reff:
Tuhan tolonglah sampaikan sejuta sayangku untuknya
Ku terus berjanji tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuh maumu

Andaikan detik itu kan bergulir kembali
Ku rindukan suasana basuh jiwaku
Membahagiakan aku yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu yang pernah terlewati


*courtesy of LirikLaguIndonesia.net





DIY, 25 Oktober 2009

"Selamat Ulang Tahun...Ayah"


Jumat, 24 Juli 2009

hari ayah, kapan ya?

Setiap pagi - jika berada di kos- setelah jalan-jalan pagi, saya sempatkan untuk menonton kartun SpongeBob. Lupa waktu itulah yang saya dapati karena kemarin (23/7) banyak menu pilihan film kartun, tidak seperti biasa pikir saya. Menonton saya akhiri pukul delapan lewat karena saya janji pada seorang teman untuk mengunjunginya di ma'had. Di ma'had pun kotak hitam seperti di kos saya juga menyala. Saya lupa nama acaranya, yang terekam dalam ingatan saya dalam acara itu didominasi oleh anak-anak. Spesial sekali pikir saya. Saya baru menyadari ketika teman saya nyeletuk "pantas kalau acaranya anak-anak mulu, wong hari ini hari anak nasional". Ooo...hari anak nasional.

Nuansa penuh dengan nuansa anak. Atmosfir keceriaan dan kegembiraan. Inilah dunia anak. Kenapa suasana seperti ini hanya ada satu tahun sekali? Kenapa anak-anak jaman sekarang harus dewasa lebih cepat meski umur mereka masih dalam zona anak? Kemana dunia anak yang pernah tersuguh ketika saya menikmati masa kanak-kanak saya?

Anak tetaplah anak yang mempunyai jenjang dunia yang seharusnya terpisah dengan orang dewasa. Masa kanak-anak adalah masa perkembangan dan pembentukan pola-pola pikir dan bersihnya imajinasi. Awal lahirnya sebuah peradaban baru di masa yang akan datang.

Semoga hari anak nasional ini memberi semangat baru bagi mereka. Semoga hari anak nasional menjadi sebuah penghargaan terhadap kehadiran mereka di tengah masyarakat layaknya para ibu yang merayakan hari ibu setiap satu tahun sekali sayangnya belum ada hari ayah. Untuk para ayah dan para calon ayah jangan ngiri yaaa....



Kota berhati nyaman, 24 Juli 2009





Ibu..!

Kamis (23/7), pukul 08:29:40 saya menerima pesan singkat dari seorang teman tepatnya Bapak Kepala Suku alias Ketua Generasi saya. Pelan-pelan dan sangat hati-hati saya membaca pesannya karena kata awal yang terangkai adalah "Innalillahi wa inna ilaihi raji'uun", saya lanjutkan membaca pesan di HP saya. Ada perasaan takut saat membacanya dan akhirnya saya dapati bahwa ada teman seperjuangan saya selama 3 tahun tengah diuji Allah dengan kepergian ibunya hari itu juga tepatnya pukul 06.50WIB, di semarang. Saya jadi teringat dengan ibu di rumah dan menelponnya, sekedar basa-basi bertanya kabar walau baru satu hari berpisah. Saya teringat ketika kelas dua, saya bersama teman-teman pergi ta'ziyah ke rumah teman kami. Ketika kami datang jenazah belum diberangkatkan jadi kami pun menyaksikan pemberangkatan dan memberi penghormatan terakhir. Saat itu benar-benar berarti keberadaan seorang ibu bagi saya walaupun sebelumnya ibu sangat berarti dan setelah kejadian itu saya semakin "ngeman" dengan ibu saya. Masih ada harapan dalam benak saya untuk nikmat umur panjang yang barakah agar kawan seperjalanan ayah terus mendampingi saya. Saya jadi teringat ketika ibu bermain angka dalam usianya, berapa sisa waktunya jika jatah usianya 50 tahun, 60 tahun atau 70 tahun. Saat itu saya tidak memberi komentar tetapi dalam hati saya ada kesedihan jika waktu perpisahan itu datang. Semoga Allah memberimu kesempatan lebih untuk bisa menyertaiku, ibu..!

Kali ini ijinkan saya bertutur tentang makhluk bernama ibu dengan mengutip tulisan dari Salim Akhukum Fillah dalam buku "Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim" dan "Agar Bidadari Cemburu Padamu".

Menjadi ibu. Bagi kita adalah mimpi-mimpi yang dilatih dengan kerinduan, cinta dan asahan rasa.Seruak cita itu adalah fitrah paling indah yang dikaruniakan Allah. Kecenderungan, rasa, kemuliaan! Ibu..! Mulia cukup dengan telapak kaki perjuangan. Karena tak seorang pria pun memilikinya, memiliki kedudukan ini : surga di telapak kaki. Tak satu pria pun. Demi Allah, tak satu pria pun..!

Ibu..!

Panggilan yang begitu menggetarkan, membiruharu, menggemakan rasa terdalam di diri setiap wanita. Selalu dan senantiasa. Ada nuansa cita, imajinasi dan gairah setiap kali kata tiga huruf plus dua titik dan tanda seru itu diteriakkan oleh sosok-sosok mungil yang menyambut kehadiran.

Ibu..!

Ini tentang penegasan madrasah agung. Tempat anak-anak mempertanyakan semesta dengan bahasa paling akrab, harapan paling memuncak dan keingintahuan paling dalam. Ini dermaga pengaduan paling luas saat mereka rasa teraniaya. Ini belai paling menentramkan saat mereka gelisah. Dan ini dekapan paling memberi rasa aman saat mereka ketakutan. Ibu, perpustakaan paling lengkap, kelas paling nyaman, lapangan paling lapang, tak pernah ia bisa digantikan oleh gedung-gedung tak bernyawa.

Ibu..!

Panggilan yang meneguhkan status kemanusiaan dan kehormatan. Ibumu disebut tiga kali di depan, baru ayahmu menyusul kemudian. BegitulahRasulullah menegaskan. Ia juga panggilan yang membawa makna perjuangan. Pegalnya membawa kandungan, susahnya posisi berbaring dan sakitnya melahirkan. Tapi juga senyum manis di saat berdarah-darah mendengar tangis sang putra pecah.

Ibu..!

Banyak wanita yang kini enggan menjadi kata itu, maka kata itu pun enggan menjadi mereka. Betapa sulit meminta wanita bersedia punya anak, di singapura misalnya. Ketika mereka menolak janji-janji kata itu, kata Ust. Anis Matta dalam
Ayah, menganggapnya sebagai gerbang menuju neraka, menganggapnya sebagai pintu penjara, kata itu justru enggan membantu mereka melepakan diri dari jeratan kesendirian, membasuh kulit mereka yang melepuh akibat sengatan matahari. Kata itu jadi enggan menyediakan dermaga tempat mereka menambat perahu hati, berlabuh dari galau kehidupan.

Ibu..!

Mungkin tak sesederhana itu. Karena posisi ibu adalah anugerah, yang keimanan pun bukan jaminan Allah pasti mengaruniakan kepada kita. Persis sebagaimana 'Aisyah, Hafshah, Zainab binti Jahsy dan lainnya. Ya, tapi mereka kan
ummahatul mukminin, ibu dari semua orang beriman, kata kita. Pada posisi ini, memang. Tetapi mengandung, melahirkan, menyusui, menimang adalah bagian dari saat yang dinanti bersama hakikat kata Ibu..! Itu, yang juga tak dirasai oleh 'aisyah sekalipun.
Atau terkadang, penantian panjang, kegelisahan, kecemasan dan kata seterusnya jika panggilan itu tak segera hadir adalah ujian lain dari Allah. Alasan kesehatan, kerawanan melahirkan pada usia tertentu, menjadi gurita kecemasan lain yang mencoraki ujian itu. Lalu Allah menjawab di antara doa hambaNya, istri Ibrahim dengan si shalih Ishaq, istri 'Imran dengan si suci Maryam dan istri Zakariyya dengan si 'alim Yahya. Setelah penantian panjang, doa yang mengiba dan rasa yang tersembilu.

Ibu..!

Lepas dari itu, sekali lagi, adalah menakjubkan setiap urusan orang mukmin. Persis kata Rasulullah, menakjubkan! Karena setiap halnya adalah kebaikan. Dan itu tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika disinggahi nikmat, ia bersyukur maka kesyukuran itu baik baginya. Jika ditamui musibah ia bersabar, maka sabar itu lebih baik baginya. Jika syukur dan sabar itu dua ekor tunggangan, kata 'umar, aku tak peduli harus mengendarai yang mana.

Menjadi ibu hakiki, yang melahirkan ataupun tidak, setelah ikhtiyar paling gigih, doa paling tulus dan tawakkal paling pasrah adalah kemuliaan tanpa berkurang sepeserpun. Tidak sedikit pun. Semuanya mulia.

Ibu..!

Kita akan berjumpa dan meniti kemuliaan-kemuliaan beliau, mungkin di waktu lain. Sekadar agar bidadari cemburu padamu, dengan menjadi kau takkan tersaingi olehnya selama-lamanya. Ya. Ibu, melodi paling harmoni yang menggemakan jagad dengan jihad agungnya...



Kepada para ibu selamat merayakan indahnya menjadi ibu dan para calon ibu semoga menjadi madrasah agung yang melahirkan generasi penerus pejuang nabi teladan.
Kepada para ibu yang telah mencium aroma surga, semoga Allah mengampuni dan melapangkan, semoga semua amanah telah dilaksanakan dengan baik dan allah menggantikannya dengan surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai... Amiin...





Yogyakarta, 24 Juli 2009




Selasa, 21 Juli 2009

Kado #1 'hanya lilin'


Tak ada kue tart, hanya lilin merah berdiri di atas gletser kesendirian, kilau apinya menantang, menerangi usia yang baru saja berganti. Usai nafas yang menghukum mati api, lilin tersungkur dan berganti tempat di dasar tempat sampah. Hangat nyalanya sebatas sumbu, dalam sekejap usailah sudah.

Sederet angka dan huruf bertuliskan namamu. Mengingatkanku pada hari spesialmu. Penunjuk waktuku tak perlu mahal-mahal. Memandangmu memberikanku pada sensasi keabadian akan ingatan. Hanya fotomu yang mampu melakukannya. Rolex, Gucci dan kawan-kawannya tak mampu lakukan itu.

Aku tak mampu melewatkannya denganmu tahun ini. Kau merayakannya seorang diri. Kesendirian adalah kado yang hadir dalam setiap kesempatan, katamu. Jadi 'Selamat Ulang Tahun' hanya bisa terucap tanpa hadir bertatap. Hanya dengan perantara namun kau bahagia menerimanya.

Sederet doa tanpa api menghangatkanmu setiap hari. Meski kau bilang "aku sendiri" tapi doa-doa itu mampu jadi penghangat bagimu. Lilin tanpa sumbu menyala dalam jiwa, menerangi jalan setapakmu ketika dunia terlelap dalam gelap. Ada kalanya kesendirian adalah kado ulang tahun yang terbaik.

Bertambah nominal usia dan berkurangnya kesempatan tak menjadi jaminan kita paham segala-galanya. Tua itu pasti, dewasa itu pilihan. Akan kuucapkan sekali lagi Selamat Ulang Tahun...
Semoga kita rasakan indah berulang tahun setiap hari....




Ngawi, 21 Juli 2009







ganti baju

Pagi ini, sengaja saya menyelesaikan semua kewajiban itu lebih awal. Lalu saya bergegas ke dag untuk menikmati panorama pagi dari ketinggian. Jalanan yang sepi berubah menjadi sangat ramai dan didominasi oleh para pelajar yang ingin berangkat ke madrasah agung.

Pagi ini, sedikit mengingatkan saya tentang 'dresscode' yang pernah saya kenakan. Kemeja kuning dengan baju luarannya sepanjang lutut berwarna hijau ditambah dasi mungil sebagai hiasannya. Waktu mengajak saya bergegas untuk mengenakan kemeja putih dan rok merah. Cukup lama saya mengenakan 'putih-merah' ini, selama 6 tahun. Pergi ke sekolah kadang diantar kadang bersepeda dengan teman-teman. Masa yang indah karena dalam episode ini terakhir kali saya bersepeda ke sekolah. Masa yang menyenangkan. Waktu terus mengantar saya pada episode kehidupan yang baru, 'putih-biru' menyambut. Sedikit dewasa pada sesi ini. Belajar 'mempermainan' angka dalam rumus-rumus, berkata dengan bahasa asing dan memiliki teman dari penjuru kota yang bersemangat ini. Waktu lagi-lagi tak ingin menunggu dan mengajak saya hijrah ke kota budaya 'solo the spirit of java', dunia 'putih abu-abu' mengucap welcome atas kedatangan saya. Episode ini mengajak saya 'belajar' lebih serius walaupun realita harus memaksa saya untuk jujur mengakui bahwa saya tak serajin dalam angan saya. Ini adalah episode spesial karena jauh dari orangtua dan tinggal di asmadera. Belajar tentang banyak hal, dari segala sesuatu yang ada di bangku sekolah hingga maddah kehidupan yang terkadang harus ditelan mentah-mentah diproses hingga bisa matang berbuah hikmah untuk bekal hidup selanjutnya. 3 tahun cukup sebentar untuk saya, karena di kota budaya persahabatan, cita, cinta, duka, luka dan rindu tergenggam. Waktu seolah musuh yang memaksa saya untuk berpisah dari apa yang sudah saya nikmati dan waktu pun telah memilih tempat pemberhentian selanjutnya yang 'fullcolor' di kota never ending asia. Kota yang indah katanya. Memang indah, lebih indah dari kota budaya, lebih lengkap mulai dari etnik hingga makanannya. Tempat pariwisata bahkan musiumnya.

Waktu yang selalu jadi jembatan masa dan berani memberi hal-hal baru, menawarkan banyak pilihan walau tak semua akan jadi realita tetapi waktu telah berjasa karena kita bisa bermimpi. Memiliki bagian terbesar dalam hidup, melahirkan sejarah yang akan menggantung hati-hati para pemiliknya. Katanya, sejarah memiliki tampuk istimewa dalam hidup manusia tapi tidak melekat utuh pada realita. Sejarah seperti awan yang tampak padat berisi tapi ketika disentuh menjadi embun yang rapuh. Sejarah lahir dari rahim waktu. Lagi-lagi waktu memberi keluangan untuk 'ganti baju', membuka lembaran baru, menapakinya dengan jejak baru. Sekarang -mungkin- sebuah keberuntungan ketika saya dan Anda bisa 'ganti baju' di setiap episode dalam hidup ini. Selamat 'ganti baju' tahun ini.....


Ngawi bersemangat, 21 Juli 2009

Untuk 'embun malamku' yang baru saja 'ganti baju'
selamat menikmati 'abu-abuer zone'
in the real excellent school



Sabtu, 11 Juli 2009

Putih-Biru2



Dulu impian akan masa depan masih abu-abu tapi kini kita telah punya jalan menuju mimpi. Di bangku ini kita belajar memahami. Di kelas ini kita mencoba menghiasi.

Hmmmm....

Putih-Biru


Masa Putih-Biru...

Ah...Eh...Oh...

Semua rahasia bermula disini hingga kini...

Selasa, 09 Juni 2009

bukan awan hanya senyuman


Kau bukan awan yang mampu menaungiku ketika aku kepanasan

Kau bukan awan yang mampu menghadirkan rembulan saat aku kegelapan

Kau bukan awan yang mampu melindungiku saat peluh langit berguguran

Kau bukan awan yang kuasa menaklukkan kehidupan

Karena awan terlalu rapuh,

Dia selalu ada tetapi dia lemah,

Dia mudah pecah,

Dia mudah terbelah

Tak mengharapkanmu menjadi awan

Karena cukup bagiku, kau menjadi senyuman

Tak perlu banyak alasan karena telah kumiliki segalanya jika senyuman telah tergenggam

Tabur bintang kilau senyuman

Karena Senyuman Yang Membuatku Berkecukupan




MEC, 29 Mei 2009

Dimanapun, awan akan terlihat selalu indah--MEC, perpus selasar selatan, perpustakaan, plasa lt 2, C201, G. A210, R. Dosen selasar utara, G. F301, G. F303, Learning Plaza, jembatan budaya--

Inspirasi:
Awan-
"Ayo bergerak! Saat spt ni jgn gunain filosofi awanmu, Ka!"-
"Senyumanmu"__Letto-





Selasa, 26 Mei 2009

Membuat Crepe Manis


Crepes sangat populer di perancis. Bentuknya seperti serabi tetapi lebih ringan dan tipis. Kalau kalian mau, gak perlu menunggu lama-lama untuk mencobanya. Cukup pergi ke dapur dan siapkan bahan-bahannya.


* 3 butir telur
* 40 gram gula
* 250 gram tepung terigu
* 2 sendok teh mentega cair atau minyak
* 500 ml susu
* garam secukupnya


Ikuti langkah-langkah berikut:

Kocoklah telur lalu tambahkan gula, tepung terigu, garam dan mentega atau minyak. Pelan-pelan tambahkan susu dan aduklah adonan sampai benar-benar tercampur. Panaskan penggorengan. Tuangkan adonan ke dalam penggorengan sedikit demi sedikit. Balik atau goyangkan selama memasak sampai berwarna keemasan. Makanlah Crepe dengan isi roti sesuai selera. Lebih nikmat jika dinikmati dengan secangkir coklat panas di musim dingin di negara asal ^_^....
Selamat Mencoba...!!!







Entschuldigung

"Ingatkah kau, drama di bulan ini?"
Sebenarnya tak ada maksud untuk membuka luka lama. Sebenarnya aku pun tak ingin mengingatnya tapi aku harus tunduk pada permainan perasaan dan pikiran yang kemudian memainkan slide show dua tahun yang lalu. Bulan ini, Mei--entah hanya aku yang ingat atau kau dan mereka pun juga mengingatnya-- genap dua tahun (tepatnya tanggal berapa, aku lupa. Yang kuingat itu terjadi di bulan Mei) perdamaian kita tanpa tahu apa masalahnya secara jelas. Kekanak-kanakkankah? Keegoisankah? Kesalahpahamankah? Entahlah. . . Kutahu kita saling menyakiti atau hanya aku yang menyiksa diri. Kau selalu sembunyi di balik senar gitar dan temaram malam. Aku tak tahu, apakah kau merasa aku melukaimu hingga kau tak merasa tersakiti karena aku telah sering menanam luka itu dalam hatimu. Ya, kau telah terbiasa. Orang bilang padaku, kau bisa merajut senyum untuk mereka tapi mahalkah senyum itu untukku? Orang selalu memujimu tapi aku mengenalmu dengan versi yang kumau. Itulah masalahku.


***

Mei 2007

Malam memuram. Kita terdiam. Diamku, diammu, diam kita telah melukai udara membuat alam enggan bersuara. Aku yakin malam ini kau sedang bercumbu dengan sepotong kue kuning di angkasa sambil kau susutkan airmatamu. Aku tak pernah tahu bagaimana sakitmu karena kau tak pernah brontak padaku. Diammu adalah sangkar bagi perasaanku karena aku tak pernah tahu apa yang kau rasa. Aku hanya bisa menebaknya. Inginku dalam diammu kudengar banyak suara karena aku yakin diammu adalah kata-kata. Namun, lagi-lagi aku tak bisa. Malam ini, aku tak melihatmu tapi tangisanmu yang tak terlihat telah merobek waktuku dan menghampiriku dengan caranya sendiri.

Kita sama-sama tahu bahwa kata terlahir dari huruf yang berpasangan. Kita juga sama-sama tahu seindah apa pun kata terukir ia tak kan bermakna jika tanpa jeda. Kita pun sama-sama mengerti akan hal itu dan kita pun menyadari jeda di antara kita kian melebar. Kuputuskan datang menjengukmu ke tempat yang kau agung-agungkan sebagai singgasanamu. Kedatanganku ke singgasanamu kali ini bukan tanpa misi. Aku ingin kita sepakat menghapus beberapa jengkal jeda yang kita punya lalu kita ciptakan spasi secukupnya agar kita bisa bergerak untuk saling mengerti dan menghargai. Itulah misiku.

Dalam raga kita ada hati, dalam hati masih ada satu ruang tak bernama. Ruang itu kecil, isinya sangat halus, lebih halus daripada serat sutera. Berkata dengan bahasa yang hanya bisa dipahami oleh nurani. Harapanku, apa yang ada dalam genggamanku saat ini adalah kunci untuk membuka ruang tak bernama itu agar kutemukan serbuk-serbuk pengampunan darimu. Kunci itu adalah misiku yang kuat yang bisa menguatkanku hingga aku ada di hadapanmu. Seperti sekarang ini. Kita tak sendiri. Kita berdelapan. Ada enam belas bola mata yang menyaksikan termasuk mata kita yang sibuk mencari jawaban, sibuk mengumpulkan daya untuk sebuah pengakuan atas nama kejujuran. Kita tertunduk. Sibuk. Diam tanpa kata.

"Mulailah agar semua ini cepat berakhir", batinku. Semua terdiam seolah biarlah kita bicara dengan hati. Bicaralah maka akan kita dengar tanpa kita perlu alat, tak perlu hadir hanya untuk bercakap.
"Ayolah...!!!", seruku tapi tidak ada gelombang untuk menyuarakan. Hening. Aku masih diam sambil menunggu seseorang yang telah berjanji menemaniku untuk perdamaian ini. Dia teman seperjuangan dalam menyelesaikan kontrak kerja yang telah mengikat kami dalam satu tim.
"Maaf. . . Maaf. . . Aku terlambat", teriaknya. Kutatap dia dan dalam tatapanku kuingin dia melihat kelegaan dalam diriku.
"Akhirnya kau datang kawan", seruku tapi masih tetap dalam kebisuanku.
"Kedatanganku kemari. . ." Itulah awal kata yang meluncur dari bibirku.
" Jangan katakan apa pun!", perintahnya. "Sebelum kau terima tisu ini. Aku tak ingin melihat airmatamu keluar sia-sia. Aku terlambat karena membeli ini." lanjutnya dengan gaya slengekkannya. Itu sangat menghiburku di saat seperti ini.
"Terimakasih. . ." Aku jawab dengan sebuah anggukan.
"Di saat kritis seperti ini kau masih sempat bercanda?", pikirku. Kubalas slengekkannya, "Apa kau cuci dulu tisu ini sebelum kau berikan padaku? Baunya seperti deterjen. Bau Rinso." Dia tertawa dan aku semakin lega akan kehadirannya. Suasana mulai mencair. "Terimakasih kawan, ini sangat harum."

Kumulai merajut kata. Semua diam. Semua masih menunggu mutiara yang akan terlahir dalam perdamaian ini. Tak perlu menyita banyak waktu. Akhirnya selesai juga rajutan kata itu. Aku memulai negoisasi itu.
"Kedatanganku kali ini yang pertama untuk menyambung persaudaraan di antara kita. Kita tahu apa yang terjadi tanpa perlu ditutupi lagi. Aku ingin meminta kerelaanmu untuk memaafkanku atas semua sikap dan keegoisanku. Jika boleh, ijinkan aku memintamu agar kau tak pergi dari kontrak yang telah kita sepakati bersama. Kita semua saling membutuhkan untuk saling melengkapi. Maukah kau menerima permintaanku?"

"Tak pantas rasanya jika kau meminta itu padaku. Aku tak pantas menerimanya. Justru aku yang harus meminta maaf atas semua ini. Aku hanyalah sehelai benang cacat yang hadir dalam selembar kain yang kau sulam sangat sempurna. Maka buanglah benang cacat itu agar kainmu tetap indah. Aku rela jika. . ."

"Dalam sulamanku tak ada benang cacat karena aku telah memilihnya dengan teliti. Aku mohon, kembalilah bekerja dan sempurnakan keberadaan kami. Cobalah. . .!!!"

Kulihat kau tak menolak dan kau pun juga tak mengiyakannya. Biarlah, kali ini kubiarkan kau berfikir. Kubiarkan kau berdiskusi dengan pikiran dan nuranimu sendiri tanpa perlu aku menerobos masuk untuk mengetahui proses yang sedang kau jalani. Berakhir sudah negoisasi perdamaian ini walau terkesan menggantung. Masih saja aku membiarkan nuraniku berharap padamu agar pintu untuk memasuki ruang itu terbuka lebar. Agar spasi yang telah hadir terhapus hingga tercipta jeda yang wajar. Bukalah dirimu karena membuka diri berbeda dengan menyerahkannya. Di ruang kecil itu ada teras untuk tamu. Tak lelah aku berharap agar aku bisa menjadi tamu dan duduk di teras itu sebagai sahabatmu. Salah satu sahabat dari sekian banyak sahabat yang kau miliki. Sulit sekali aku mengatakannya. Akhirnya terkatakn juga, "Entschuldigung."


***

Lamunanku pun selesai bersama bulir-bulir peluh langit yang gugur karena lelah berarak. Teater singkat yang menjebakku pada masa lalu itu telah menutup layarnya tanda pementasan singkat itu telah usai. Andai aku tahu kemana peluh-peluh langit itu bermuara maka akan kutitipkan pesan singkat itu untukmu. Andai pesan itu sampai maka akan kau dapati aku berucap, "Entschuldigung. . . Entschuldigung. . . Entschuldigung. . . !!!"

Teater yang kuciptakan terasa amat sempurna karena sayup-sayup terdengar sebuah lagu merdu dan kubiarkan lagu itu melintas hingga tertangkap oleh pendengaranku.




Pertengkaran Kecil

Sedih bila kuingat pertengkaran itu
Membuat jarak antara kita
Resah tiada menentu
Hilang canda tawamu
Tak ingin aku begini
Tak ingin begini

Sobat rangkaian masa yang telah terlewat
Buat batinku menangis
Mungkin karena egoku
Mungkin karena egomu
Maaf aku buat begini
Maaf aku begini

Bila ingat kembali janji persahabatan kita
Takkan mau berpisah karena ini
Pertengkaran kecil kemarin cukup jadi lembaran hikmah
Karena aku ingin tetap sahabatmu



By : Edcoustic




Dengarkanlah. . . !!! Rasakanlah. . . !!! Kisah ini teramat indah untuk disia-siakan. . .












Kota Berhati Nyaman, Mei 2009


"Senyum dan airmata akan terasa indah jika tepat pada waktunya"
"Terimaksih kawan-kawan karena kalian telah mengajariku berkisah"









Note: "Entschuldigung" diambil dari bahasa jerman yang berarti "Maafkan aku..."









Selasa, 28 April 2009

Tak Ada Yang Salah

"Mbak, ini fotomu waktu masih kecil?"
"Iya, kenapa?"
"Sangat cantik."

Tak sengaja aku masuk ke kamar temanku, Mbak Ning saat dia merapikan kamarnya. Kulihat selembar foto di atas meja belajarnya. Foto masa kecilnya. Sangat tertutup. Dia telah berkerudung sejak kecil. Sangat cantik. "Apakah aku punya foto yang sama seperti Mbak Ning saat aku kecil?", lirihku.

***

Selalu seperti itu. Tiap kali putriku pulang, selalu kudapati ia dalam waktu luangnya, tidur tengkurap di lantai kamarnya, mengangkat kedua kakinya dan mengadunya satu sama lain, ditemani bantal dan 'bed cover' kesayangannya sambil membaca, serta alunan musik yang memeriahkan suasana kamarnya, entah apa yang dibacanya. Kemudian dia akan berbicara sendiri, mengomentari apa yang dia baca. Kubiarkan saja seperti itu karena tak setiap hari aku melihatnya. Tetapi kali ini berbeda, kulihat dia tak membaca melainkan melihat album-album foto. Sangat asyik kelihatannya. Tetap kubiarkan dia bersama dunianya. Aku hanya diam tanpa kata di tempatku berdiri. Tanpa kusadari, ingatan itu hadir tanpa permisi.

"Bunda, aku ikut tari di sekolah untuk acara perpisahan kakak-kakak kelas nol besar besok."
"Benarkah? Ikut tari?"
"Hmm...", dengan anggukan penuh kemantapan.
"Kata Bu Qonik, suruh bawa selendang dan kipas. Bunda belikan selendang dan kipas yaa?"
"Iya, nanti kita beli."
"Yang bagus yaa Bunda."
"Iya.."
"Yang warnanya merah."
"Iya, nanti kamu pilih sendiri."


Sentuhan tangan suamiku memaksaku mengakhiri pengembaraan masa lalu.
"Ayah, lihat putri kita. Aku tak menyangka jika dia akan seperti sekarang. Ayah ingat saat dia kecil, dia ingin sekali menjadi penari atau balerina. Dia selalu menari. Dia ingin memakai gaun balerina itu. Menari di atas panggung dengan alunan musik klasik. Ayah ingat?"
"Iya, aku ingat. Dia sangat centil. Dia akan marah jika pita dan baju yang kau pilih tak sama. Iya kan?"
"He-em..."


"Ayah, Bunda temani aku...", teriaknya.
"Apa yang kau lakukan, Yang?"
"Bunda, coba lihat, apa ini aku?"
"Iya. Memangnya apa yang sedang kau cari?"
"Aku ingin foto masa kecilku sama seperti foto masa kecil temanku di asrama, Bunda. Tapi aku tak mendapatkannya. Apa Bunda menyimpannya untukku?"
"Foto seperti apa?", jawab kami serentak.
"Foto seperti aku yang sekarang Bunda, yang pake jilbab. Ada?"

Aku hanya diam. Suamiku hanya tersenyum padaku. Kutangkap isyarat agar aku bicara jujur padanya.

"Maafkan Bunda, Sayang. Bunda membesarkanmu jauh dari aroma surga. Bunda membesarkanmu hanya dengan dunia. Maafkan kami yang berbeda dengan orangtua yang lain dimana mereka bisa mengajari dan menemani anak-anaknya merenda waktu di atas sajadah panjang. Memulai dengan syahadatain dan mengakhirinya dengan salam. Membaca surat-surat cinta dari Izzati Rabbi di setiap waktu-waktu mereka. Kami pun juga masih belajar untuk berbenah. Maafkan kami, Sayang..."

"Bunda, tak ada yang salah jika aku tak memiliki apa yang dimiliki oleh teman-temanku. Tak kan kupinta lagi apa yang tak ada dan apa yang telah lalu. Bunda, jangan ucapkan kata maaf lagi karena tak ada yang salah. Apa pun yang Ayah dan Bunda beri padaku itu adalah ni'mat dan anugerah terindah. Aku juga punya apa-apa yang tidak mereka miliki. Aku sayang Bunda dan Ayah karena Allah. Aku bangga memiliki kalian."

Dia mencium tanganku. Mencium pipiku dan memelukku. Hanya rasa sesal yang tertinggal.


***

Kau beruntung Mbak Ning dan aku jaga beruntung dengan apa yang kumiliki. Tak ada yang salah dengan masa laluku. Ini adalah skenario Tuhan yang harus berjalan dan dijalani. Tak ada yang salah.







El Firdaus zone, Februari 2008
Dalam suasana hangat menyambut datangnya "rememberance"





Rabu, 04 Februari 2009

Islam Memandang Euforia Cinta

Bulan Februari, bulan yang akan dipenuhi nuansa merah jambu sebagai tanda perayaan hari kasih sayang atau lebih akrab kita kenal sebagai hari valentine. Maka akan kita temui jargon-jargon tidak islami hanya untuk mempromosikan "hari kasih sayang" ini. Lihatlah, di setiap pusat perbelanjaan telah dipenuhi parce-parcel untuk merayakan "hari kasih sayang" bernuansa merah jambu. Tidak hanya di pusat perbelanjaan, media massa pun turut mengambil peran dalam berlomba-lomba menawarkan acara untuk merayakan "hari kasih sayang" dan sebagian besar orang islam juga turut dicekoki dengan iklan "Valentine Day".

Apa itu Valentine Day?

Valentine Day adalah suatu perayaan yang berdasarkan pada pesta jamuan "supercalis" bangsa Romawi Kuno dimana mereka masuk agama Kristen, maka berubah menjadi "acara keagamaan" yang dikaitkan dengan kematian St. Valentine.

Secara ringkas, sejarah Valentine dan hubungannya dengan peradaban Barat saat ini bahwa valentine merupakan:

* Ritual yang bersumber dari Kristen yang dikukuhkan oleh Paus Galasius untuk mengenang orang suci Kristen yaitu St. Valentino dan St. Marius. * Ritual orang-orang Romawi
Kuno yang pagan (menyembah berhala) untuk memperingati dewi Juno yaitu ratu dari segala dewa-dewi bagi perempuan dan dewi perkawinan.
* Ritual bangsa Eropa pada abad pertengahan untuk mencari jodoh.
* Media barat untuk mengokohkan cengkraman peradaban barat.

Jelaslah dari pernyataan di atas, tidak satu pun yang tidak bertentangan dengan ajaran islam. Mari kita renungkan ayat ini:
"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya" (QS. Al Isra: 36)

Dalam islam kata "tahu" berarti mampu mengindra (mengetahui) dengan seluruh panca indera yang dikuasai oleh hati. Pengetahuan yang sampai pada taraf mengangkat isi dan hakikat sebenarnya. Bukan hanya sekedar dapat melihat atau mendengar. Bukan pula sekedar tahu sejarah, tujuannya, apa, siapa, kapan, bagaimana dan dimana, akan tetapi lebih dari itu.

Tujuan menciptakan dan mengungkapkan rasa kasih sayang di bumi persada adalah suatu kebaikan. Tetapi bukan semenit untuk sehari dan sehari untuk setahun. Dan bukan pula berarti kita harus berkiblat kepada Valentine yang seolah-olah meninggikan ajaran lain di atas ajaran islam. Bukankah Islam menyerukan kepada umatnya untuk saling mengasihi dan menjalin ukhuwwah yang abadi dalam naungan Illahi?
Bahkan Rasulullah bersabda: "Tidak beriman salah seorang diantara kamu sehingga ia cinta kepada saudaranya seperti cintanya kepada diri sendiri."

Pada umumnya acara Valentine diadakan dala bentuk pesta pora dan hura-hura. Sedangkan Alloh tidak menyukai hal-hal yang melampaui batas.

"Sesungguhnya orang-orang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya" (QS. Al Isra:27)

"Dan Dia (Alloh) yang mempersatukan hati mereka (orang-orang beriman) walaupun kamu menginfakkan semua kekayaan yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Alloh telah mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Maha perkasa lagi Maha bijaksana."

Sudah seberapa jauh kita mengayunkan langkah memuja dan merayakan Valentine Day? Sudah semestinya kita menyadari agar sebisa mungkin jangan terperosok lebih dalam lagi. Tak perlu iri hati dan cemburu dengan ritual dan bentuk ungkapan kasih sayang agama lain. Bukankah Alloh itu Ar Rahman dan Ar Rohim. Bukan hanya sehari untuk setahun. Dan bukan pula dibungkus dengan hawa nafsu. Tetapi yang jelas kasih sayang dalam islam lebih luas dari semua itu.

Semoga Alloh memberikan kepada kita hidayahNya dan ketetapan hati untuk dapat istiqomah dengan islam sehingga hati kita dapat menerima kebenaran untuk menjalankan syari'atnya...

Amiin....



Sabtu, 31 Januari 2009

Catatan Di Akhir Dal

Bulan ini --januari-- menjadi puncak atas kerinduan yang menghujam. Tetap saja sama karena aku hanya menyulam kebisuan. Lantas, kutemukan setetes air hujan pertama yang langsung menghujam pusara ladang hatiku.
Hidup tak hanya perjuangan walaupun perjuangan itu sendiri adalah puncak kenikmatan dalam kehidupan. Benar katamu kawan hidup adalah pilihan antara realita, egoisme dan idealisme.

Apa yang telah terjadi?

1 januari kulewatkan waktuku di tanah kelahiranku bersama mereka yang penuh cinta.
Berdekatan dengan alam jika aku kesana karena memang di desa.

Lalu, ku kembali di kota yang baru 5 bulan kusinggahi. Tak perlu lama-lama menghela nafas, Ujian Agak Serius alias UAS menyita perhatianku tapi jangan percaya jika aku melewatkannya dengan kencan bersama buku-bukuku. Ujian Agak Serius cukup membuat berantakan kamarku karena uluran tanganku tak sampai menjangkau mereka saat Ujian Agak Serius itu datang.

Belum selesai UAS, kuhabiskan weekend di kota budaya, sekedar jalan-jalan, memungut masa lalu yang tertinggal dan "nostalgila" dengan mereka. Galabo saat malam tempat kami 'berkencan' sambil memaksa menggali memory yang telah lalu dan sedikit saling "mencela".
Ada Parade Sastra di University Club UNS dalam rangka galang dana bersama FLP Solo, KETIK dkk. Ingin sekali datang tapi sayang, bukan ke acara Parade Sastra aku datang melainkan ke acara pertunangan. Sebel-sebel mangkel sedikit seneng... Intinya Aku di dahului lagi... Lagi...dan lagi hehe...

Mendarat lagi di kota "never ending asia", di kota ini kami melahirkan komunitas baru "Laskar Jogja Bersatu" --untuk sementara, ini dulu namanya-- Tak sekedar Buangan tapi kami anak BRILLIANT.

Dalam perjalanan ini, Maafkan aku atas apa yang kulakukan yang kurang berkenan termasuk sifat lupaku. Kawan maafkan aku yang sering terlambat mengucapkan "Idul Milad" pada kalian terutama di bulan ini, terutama lagi yang milad di tanggal 7 dan 9, Afwan nasiitu jiddan...
Ini hanyalah secuil dari waktu yang terlewat. Ini hanya untuk pengingat.

Februari "Tak Tahan Lagi"

Ingatkan aku tentang satu rindu yang kurasa padamu. Satu minggu lagi kan terobati --InsyaAlloh, Rabbi...sampaikan aku di masa itu-- dalam pertemuan kecil, sehari bersamamu. Sehari bersama GRAVITY.
Tak hanya bersama GRAVITY, reuni KETIK dalam rangka reorganisasi akan ambil posisi penawar hati dalam kubangan rindu tak bertepi.

Akan terus berharap, semoga lebih baik dari hari yang telah lalu....
Februari.........Tak Tahan Lagi.....



Menyerah untuk Pasrah

Katakanlah: "Tidak ada satu musibah pun akan menimpa kami melainkan yang telah ditetapkan oleh Alloh (di Lauh Mahfudz) atas kami... (QS. At Taubah: 51)



Pasrah...
Bersikap pasrah memang terasa lebih berat karena pada dasarnya kita tidak mau menerima takdir. Kita punya keinginan yang terkadang melebar ke segala arah, begitu kita dipaksa menerima sesuatu yang tidak kita inginkan saat itu kesedihan muncul.

Terlalu sering kita merasa bahwa seharusnya kita bisa mengubah segala sesuatu, bahwa teknologi dan ilmu pengetahuan akan membereskan apa pun yang tidak beres. Kita pasti memiliki keyakinan bahwa "jika ini tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan maka akan segera kuperbaiki". Keyakinan bahwa kita bisa memperbaiki masalah membuat kita sulit untuk berpasrah. Lakukanlah, apabila kita bisa mengubah kondisi menjadi lebih baik.

Sikap pasrah atau kemampuan untuk menerima apa pun yang diberikan Alloh baru akan terasa penting ketika kita tak punya pilihan lagi. Ketika kita mustahil kembali sehat, ketika kita tak mungkin lagi kembali ke masa kanak-kanak, ketika kita tak mungkin mendapatkan apa yang kita inginkan; saat itu kepasrahan menjadi penting.

Kemampuan menerima bukanlah suatu yang datang begitu saja. Kemampuan menerima diperkuat oleh pengalaman-pengalaman. Menyatakan "OK, memang begitu adanya" sangatlah mudah, tapi tidak semudah itu. Susahnya menemukan sikap pasrah berawal dari ilusi tentang kemandirian bahwa kita bisa mengatasi diri sendiri, memilih, dan menjalaninya tanpa bantuan siapapun. Ketika berbicara tentang sikap pasrah, kita harus memikirkan bahwa kemampuan menerima akan berkembang seiring waktu. Kemapuan menerima menjadi semakin kuat dan kuat hingga akhirnya sikap pasrah akan berkembang sempurna.

Kemampuan menerima bukanlah suatu sikap yang pasif. Kita harus mengusahakannya dengan terus menerus mencoba menghadapi kenyataan. Sikap menerima tidak bisa muncul jika kita terus menerus menolak kenyataan yang ada di hadapan kita. Kemampuan menerima pun bukanlah bakat yang kita dimiliki melainkan suatu respon yang perlu dilatih.

Ketika musibah atau kegagalan menyapa kita bisa bilang, "Semua di bawah langit pasti akan berubah, yang semula ada pasti akan tidak ada, yang hilang akan kembali lagi..." dengan itu akan kita dapati, kita dalam kepasrahan dan dalam kesedihan akan tetap ada secuil senyuman kemenangan, kemenangan atas diri kita sendiri.

Menerima kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan mungkin tidak akan mengubah keadaan tetapi kita bisa mengontrol emosi yang bisa memperburuk keadaan. "Lakukanlah yang terbaik dimana kamu berdiri sekarang itu yang paling realistis"--Ikal--




Kamis, 29 Januari 2009

Tatapan

Tatapan seberang pandangan
Tatapan nanar
Tatapan nakal
Namun...
Terlihat dalam tatapan
Setumpuk rindu
Setetes cinta
Lebur
Sulit diterjemahkan
Tak ingin mengartikan
Karena sebatas tatapan
Tatapan seberang pandangan

Selasa, 13 Januari 2009

I Think I


I'm probably just jealous
I guess I'm getting lonely
I hid my feeling before, but I just can't do it anymore

Maybe we are not suited to each other
It would be good if we are just friend
From one to ten, we never agree anything
How can we have a relationship?
People say we won't be able to do it
I've been surrounded by those words and I don't to be anymore

I didn't realize how I felt about you
Why couldn't I see?
It was right in front of me
That whole time you were right next to me
Why is it now that I finally see that it is love?

I think I love you
I think I love you that's how it seems
Cause I miss you
Cause I miss you when you're not arround
I can't do anything except think about you
If I look at how things are I know



OST. Full House--terjemahannya--



Sastra di Jogjakarta

--Masa Pemerintahan Sultan HB V--
Seni sastra mulai berkembang. Situasi tersebut didukung hadirnya sastra Pura Pakualaman dengan nominasi karya Serat Darmowijarat karya KGPAA Paku Alam III.

--1969-dekade awal 1990--
Bersama beberapa seniman seperti Ragil Suwarno Pragolapati, Umbu Landung Paranggi mendirikan Persada Studi Klub [PSK] yang bermarkas di mingguan "Pelopor Yogya". Sementara itu, Suwarno Pragolapati melalui Sanggar Yogya Sastra Pers [SYS] aktif membina generasi muda yang berminat menulis sastra.

--Paruh dekade 1990--
Setelah PSK mengakhiri aktivitasnya, Asa Jatmiko dan sejumlah seniman membentuk Himpunan Sastrawan Muda Indonesia [Hismi], yang mendapatkan dukungan dari Taman Budaya Yogyakarta [TBY]

--2000-sekarang--
Persoalan regenerasi sastrawan muncul di permukaan. Puncaknya, sastra tersingkir dari ajang Festival Kesenian Yogyakarta 2008.





--sumber: Litbang Kompas/BIM, disarikan dari berita Kompas, Publikasi Sri Wintala Ahmad "Tanggapan tentang Sastra Yogya: Sastra Yogya Tidak Pernah Mati!" [2006] dan berbagai sumber.-- Kompas, 13 Januari 2009
.



Surat Cintaku!!!

Beberapa waktu lalu,ketika liburan kuhabiskan waktuku di rumah., hanya di rumah.Saat itu mataku tertuju pada meja, meja penuh tumpukan buku. Kuulurkan tanganku untuk merapikannya karena aku yakin ayah tak kan sempat merapikannya. Kulihat agenda kerja ayah di tahun 2006 lalu kubuka buku itu dan kutemui goresan pena yang bagus hingga aku tak bisa membacanya. Kuangkat buku itu dan ada sesuatu yang terjatuh. Aku sangat mengenalnya karena itu adalah tulisanku.Surat cintaku.



Surakarta, 10 Maret 2006

Kepada:
Pahlawan hatiku
Di singgasana Kepemimpinan
Ngawi


Assalamu'alaikum wr.wb.

Ayah, gerak-gerik awan itu menuntunku untuk merenung dalam perjalanan ini. Perjalanan yang sebenarnya setiap hari kulakukan.Semua bola mata yang memandang terkalahkan oleh gerak-gerik itu. Sejenak diriku membeku namun pikiranku mengembara dan di ujung pengembaraan singkat itu kulihat bias wajahmu.
Ayah...akhirnya kuberanikan diri merangkaikan kata-kata ini meskipun aku sendiri belum tahu apa yang mesti kuceritakan dan kutuliskan sesuatu untukmu.

Aku berenang melintasi masa lalu meskipun masa itu tidak akan pernah kembali tapi kutapaki jejak-jejak dan lintasannya yang masih berbekas.
Ayah... apa yang mesti kutuliskan kata-kata tentangmu? Aku mencoba merangkai kisahmu dengan membuka kotak berdebu itu di dalamnya ada lembaran-lembaran berisi tulisan dan coretan perasaanmu

Lagi-lagi aku mengudara menyibak sebuah ladang yang masih ada tanda-tanda kehidupan didalamnya yang diberi nama hati.
Ayah... aku mencoba menghapus ego dan bayangan-bayangan kelabu itu untuk melukismu. Kumulai dari bias wajahmu yang sampai kini tak pernah berubah. Wajah yang penuh dengan kekokohan dan menyiratkan catatan tentang asam garamnya kehidupan.

Ayah... kadang ego diri memang seperti hurricane yang liar menghancurkan apapun yang telah tersusun rapi seperti saat tonggak matahari dengan gagahnya melukis fatamorgana air di tengah gurunnya para musafir, tak ada riak mengalahkannya. Mungkin... itulah yang terjadi saat kulawan hurricane itu dengan sapuan angin yang ternyata menambah dahsyat putarannya dan lagi-lagi aku belum mengertimu...

Ayah... engkau memang laki-laki biasa, sangat biasa. Engkau bukanlah seorang sarjana yang ditempa kawah candra dimukanya pendidikan. Engkau juga bukan seorang kyai yang pandai mengajarkan syariat agama. Engkau begitu biasa, hingga terkadang aku tak dapat mengerti dengan kata-kata dan sikapmu yang luar biasa dan kadang itulah yang membuatku menyalahkanmu.

Ayah...tahukah engkau? Terkadang dalam benakku ingin kau seperti Luqman yang mengajarkan pada anaknya untuk rendah diri tapi ku terima kau apa adanya dan aku tak menuntutmu di luar batas kemampuanmu.

Ayah... bibir-bibir sederhana itu selalu mengisahkan langkahmu. Langkah kerja keras, peluh keringat dan penderitaan saat kau mencari sebuah pengakuan. Dalam panjangnya perjalanan ini kulihat kau tak pernah berubah, hanya kini tampak guratan-guratan penuaan melukis wajahmu yang begitu kokoh. Guratan-guratan yang mengisahkan perjalananmu. Langkah-langkahmu sudah mulai letih dimakan waktu, namun tetap kulihat wajah kekokohan dan ketegaran itu.

Ayah... jika dulu, di masa kecilku aku bermimpi, aku adalah bintang ,Bunda adalah bulan dan engkau adalah tonggak matahari di sebuah negeri yang bernama langit kini aku telah menemukan mimpiku itu.

Ayah... baru kutahu saat teriknya tonggak matahari menyengat bumi, saat itulah awan-awan mengumpulkan titik-titik air agar pada saatnya bisa turun menjadi hujan. Tiba-tiba aku begitu merindukanmu, senyummu, candamu yang tak pernah kutemukan di penjara suciku.

Ayah... kucoba merangkai bait-bait kata untukmu. Seperti saat aku menuliskannya untuk bunda, teman sejatimu yang mengantarkanku dan bintang-bintang ke bumi ini.

Ayah... ternyata semua langkahku teriring doamu. Dalam setiap lukaku kutemukan perlindungan di pelukan hangatmu. Kau mengajariku untuk bertaruh seperti saat bunda bertaruh nyawa demi kelahiranku.

Ayah...betapa aku sangat mencintaimu walau cintaku tak kan sebesar cintamu padaNya. Engkau memang kekasihku yang selalu menjadi alasanku untuk melangkah lagi meskipun dunia mengiringi langkahku tak kan setulus pukulanmu saat aku sekarat dan benar-benar jatuh karena aku tahu kau akan mengulurkan tanganmu untuk mengangkatku dari lubang itu.

Ayah... Maafkan aku saat meragukanmu ketika kau putuskan untuk memarahiku karena teramnya malam mengiringi barisan doa dan air mata untukku. Masihkah aku seperti harapanmu kalau selama ini aku belum mampu mewujudkan keinginanmu hanya karena kemalasan dan kecerobohanku?

Ayah... perjalanan ini tidak seperti biasanya. Begitu inginku bertemu pagi dan saat tonggak matahari muncul menyinari bumi kembali karena kau adalah tonggak matahariku.

Ayah...Ayah...Ayah...
Aku tak berharap kau mengerti rangkaian ini namun yang pasti "aku sangat menyayangimu"
Terimakasih atas segala yang kau ajarkan padaku dan maafkan aku...
Maafkan bintangmu...
Maafkan putrimu ini...

Wassalamu'alaikum


Bintang di langit hatimu
"Yang haus akan kasih dan sayangmu"






Kutulis ini di tengah ketidakberdayaanku karena belum mampu berikan cerita untuk ayah --dulu hingga sekarang-- Dalam tangis berselimut harapan agar bisa mewujudkannya walaupun jalan yang kutempuh tak sama dalam inginnya...


Untuk semua putra-putri di dunia ini,

Berikan apa yang harus kita berikan--yang terbaik--

Biarkan orangtua kita menangis karena bangga dan bahagia bukan sebaliknya...



Mengenai Saya

Foto saya
Ngawi, Jawa TimuR, Indonesia
Bukan dari tulang ubun ia diciptakan, Sebab berbahaya membiarkannya dalam sanjung dan puja, Tak juga dari tulang kaki karena nista menjadikannya diinjak dan diperbudak. Tetapi dari rusuk kiri dekat ke hati untuk dicintai. Dekat ke tangan untuk dilindungi.