Kali ini ijinkan saya bertutur tentang makhluk bernama ibu dengan mengutip tulisan dari Salim Akhukum Fillah dalam buku "Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim" dan "Agar Bidadari Cemburu Padamu".
Menjadi ibu. Bagi kita adalah mimpi-mimpi yang dilatih dengan kerinduan, cinta dan asahan rasa.Seruak cita itu adalah fitrah paling indah yang dikaruniakan Allah. Kecenderungan, rasa, kemuliaan! Ibu..! Mulia cukup dengan telapak kaki perjuangan. Karena tak seorang pria pun memilikinya, memiliki kedudukan ini : surga di telapak kaki. Tak satu pria pun. Demi Allah, tak satu pria pun..!
Ibu..!
Panggilan yang begitu menggetarkan, membiruharu, menggemakan rasa terdalam di diri setiap wanita. Selalu dan senantiasa. Ada nuansa cita, imajinasi dan gairah setiap kali kata tiga huruf plus dua titik dan tanda seru itu diteriakkan oleh sosok-sosok mungil yang menyambut kehadiran.
Ibu..!
Ini tentang penegasan madrasah agung. Tempat anak-anak mempertanyakan semesta dengan bahasa paling akrab, harapan paling memuncak dan keingintahuan paling dalam. Ini dermaga pengaduan paling luas saat mereka rasa teraniaya. Ini belai paling menentramkan saat mereka gelisah. Dan ini dekapan paling memberi rasa aman saat mereka ketakutan. Ibu, perpustakaan paling lengkap, kelas paling nyaman, lapangan paling lapang, tak pernah ia bisa digantikan oleh gedung-gedung tak bernyawa.
Ibu..!
Panggilan yang meneguhkan status kemanusiaan dan kehormatan. Ibumu disebut tiga kali di depan, baru ayahmu menyusul kemudian. BegitulahRasulullah menegaskan. Ia juga panggilan yang membawa makna perjuangan. Pegalnya membawa kandungan, susahnya posisi berbaring dan sakitnya melahirkan. Tapi juga senyum manis di saat berdarah-darah mendengar tangis sang putra pecah.
Ibu..!
Banyak wanita yang kini enggan menjadi kata itu, maka kata itu pun enggan menjadi mereka. Betapa sulit meminta wanita bersedia punya anak, di singapura misalnya. Ketika mereka menolak janji-janji kata itu, kata Ust. Anis Matta dalam Ayah, menganggapnya sebagai gerbang menuju neraka, menganggapnya sebagai pintu penjara, kata itu justru enggan membantu mereka melepakan diri dari jeratan kesendirian, membasuh kulit mereka yang melepuh akibat sengatan matahari. Kata itu jadi enggan menyediakan dermaga tempat mereka menambat perahu hati, berlabuh dari galau kehidupan.
Ibu..!
Mungkin tak sesederhana itu. Karena posisi ibu adalah anugerah, yang keimanan pun bukan jaminan Allah pasti mengaruniakan kepada kita. Persis sebagaimana 'Aisyah, Hafshah, Zainab binti Jahsy dan lainnya. Ya, tapi mereka kan ummahatul mukminin, ibu dari semua orang beriman, kata kita. Pada posisi ini, memang. Tetapi mengandung, melahirkan, menyusui, menimang adalah bagian dari saat yang dinanti bersama hakikat kata Ibu..! Itu, yang juga tak dirasai oleh 'aisyah sekalipun.
Atau terkadang, penantian panjang, kegelisahan, kecemasan dan kata seterusnya jika panggilan itu tak segera hadir adalah ujian lain dari Allah. Alasan kesehatan, kerawanan melahirkan pada usia tertentu, menjadi gurita kecemasan lain yang mencoraki ujian itu. Lalu Allah menjawab di antara doa hambaNya, istri Ibrahim dengan si shalih Ishaq, istri 'Imran dengan si suci Maryam dan istri Zakariyya dengan si 'alim Yahya. Setelah penantian panjang, doa yang mengiba dan rasa yang tersembilu.
Ibu..!
Lepas dari itu, sekali lagi, adalah menakjubkan setiap urusan orang mukmin. Persis kata Rasulullah, menakjubkan! Karena setiap halnya adalah kebaikan. Dan itu tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika disinggahi nikmat, ia bersyukur maka kesyukuran itu baik baginya. Jika ditamui musibah ia bersabar, maka sabar itu lebih baik baginya. Jika syukur dan sabar itu dua ekor tunggangan, kata 'umar, aku tak peduli harus mengendarai yang mana.
Menjadi ibu hakiki, yang melahirkan ataupun tidak, setelah ikhtiyar paling gigih, doa paling tulus dan tawakkal paling pasrah adalah kemuliaan tanpa berkurang sepeserpun. Tidak sedikit pun. Semuanya mulia.
Ibu..!
Kita akan berjumpa dan meniti kemuliaan-kemuliaan beliau, mungkin di waktu lain. Sekadar agar bidadari cemburu padamu, dengan menjadi kau takkan tersaingi olehnya selama-lamanya. Ya. Ibu, melodi paling harmoni yang menggemakan jagad dengan jihad agungnya...
Kepada para ibu selamat merayakan indahnya menjadi ibu dan para calon ibu semoga menjadi madrasah agung yang melahirkan generasi penerus pejuang nabi teladan.
Kepada para ibu yang telah mencium aroma surga, semoga Allah mengampuni dan melapangkan, semoga semua amanah telah dilaksanakan dengan baik dan allah menggantikannya dengan surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai... Amiin...
Yogyakarta, 24 Juli 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar